Rabu, 4 Mac 2009

Hakikat Kehidupan Muslim Disebalik Permainan


Seorang guru wanita sedang bersemangat mengajarkan sesuatu kepada murid-muridnya. Ia duduk menghadap murid-muridnya. Di tangan kirinya ada kapur, di tangan kanannya ada pemadam. Guru itu berkata, "Saya ada satu permainan... caranya begini, di tangan kiri saya ada kapur, di tangan kanan ada pemadam. Jika saya angkat kapur ini, sebutlah kapur dan jika saya angkat pemadam ini, sebutlah pemadam!"

Kapur
Murid muridnya pun mengerti dan mengikuti. Guru berganti-gantian mengangkat antara kanan dan kiri tangannya, semakin lama semakin cepat. Beberapa saat kemudian guru kembali berkata, "Baik, sekarang perhatikan. Jika saya angkat kapur, sebutlah pemadam dan jika saya angkat pemadam, sebutlah kapur!" Diulangi beberapa kali, pada mulanya tentu saja murid-murid tadi keliru dan kekok dan sangat sukar untuk mengubahnya. Namun setelah beberapa ketika, mereka jadi biasa dan tidak kekok lagi.

Senyum
Sang guru tersenyum kepada murid-muridnya. "Murid-murid, begitulah kita umat Islam. Mulanya yang haq itu haq, yang batil itu batil. Kita begitu jelas membezakannya. Namun kemudian, musuh-musuh kita memaksakan kepada kita dengan pelbagai cara, untuk menukarkan sesuatu, dari yang haq menjadi batil, dan sebaliknya. Pada mulanya mungkin sukar bagi kita menerima hal tersebut, tapi kerana terus disosialisasikan dengan cara-cara yang menarik oleh mereka, akhirnya lambat laun kita akan terbiasa dengan hal itu. Dan kita mulai dapat mengikutinya. Musuh-musuh kita tidak pernah berhenti daripada membalik dan menukar nilai dan etika."

zina
"Keluar berduaan, berkasih-kasihan tidak lagi sesuatu yang pelik, zina tidak lagi jadi persoalan, pakaian seksi menjadi hal yang lumrah, tanpa rasa malu, sex sebelum nikah menjadi suatu kebiasaan dan trend, hiburan yang asyik dan panjang sehingga melupakan yang wajib adalah biasa, materialistik kini menjadi suatu gaya hidup dan lain lain." "Semuanya sudah terbalik. Dan tanpa disedari, anda sedikit demi sedikit menerimanya tanpa rasa ia satu kesalahan dan kemaksiatan. Faham?" tanya Guru kepada murid-muridnya. "Faham cikgu..."

"Baik, permainan kedua..." begitu Guru melanjutkan.

"Cikgu ada Quran, cikgu akan letakkannya di tengah karpet. Sekarang kamu berdiri di luar karpet. Permainannya adalah, bagaimana caranya mengambil Quran yang ada di tengah tanpa memijak karpet?"

Murid-muridnya berfikir . Ada yang mencuba dengan tongkat dan lain-lain.

gulung
Akhirnya Guru memberikan jalan keluar, digulungnya karpet, dan ia ambil Quran. Ia memenuhi syarat, tidak memijak karpet. "Murid-murid, begitulah umat Islam dan musuh-musuhnya... musuh-musuh Islam tidak akan memijak-mijak kita secara terang-terang... kerana tentu kita akan menolaknya mentah-mentah. Orang biasapun tak akan rela kalau Islam dihina di hadapan mereka. Tapi musuh-musuh Islam akan menggulung kita perlahan-lahan dari pinggir, sehingga kita tidak sedar."

"Jika seseorang ingin membuat rumah yang kuat, maka dibina tapak yang kuat. Begitulah Islam, jika ingin kuat, maka bangunkanlah aqidah yang kuat. Sebaliknya, jika ingin membongkar rumah, tentu susah kalau dimulai dgn tapaknya dulu, tentu saja hiasan-hiasan dinding akan dikeluarkan dulu, kerusi dipindahkan dulu, almari dibuang dulu satu persatu, barulah rumah dihancurkan..."

perang pemikiran
"Begitulah musuh-musuh Islam menghancurkan kita. Ia tidak akan menghentam terang-terangan, tapi ia akan perlahan-lahan meletihkan kita. Mulai dari perangai kita, cara hidup, pakaian dan lain-lain, sehingga meskipun kita muslim, kita telah meninggalkan ajaran Islam dan mengikuti cara mereka... dan itulah yang mereka inginkan. Ini semua adalah fenomena Ghazwul Fikri (Perang Pemikiran). Dan inilah yang dijalankan oleh musuh-musuh kita... "

"Kenapa mereka tidak berani terang-terang memijak-mijak cikgu?" tanya murid- murid.

"Sesungguhnya dahulu mereka terang-terang menyerang, misalnya dalam Perang Salib, Perang Tartar dan lain-lain, tapi sekarang tidak lagi. Begitulah Islam... Kalau diserang perlahan-lahan, kita selaku umatnya tidak akan sedar dan akhirnya hancur. Tapi kalau diserang secara terang-terangan, kita akan sedar dan bangkit menentang."

berdoa
"Kalau begitu, kita selesaikan pelajaran kita kali ini dan marilah kita berdoa dahulu sebelum pulang..."
Matahari bersinar terik tatkala anak-anak itu keluar meninggalkan tempat belajar mereka dengan pelbagai persoalan bermain di benak masing-masing...

Tiada ulasan:

Catat Ulasan